Oleh Pemuda Bogor Barat Ra Dien
Bogor, | MMC Jabar, – Genap 540 tahun hari jadi Bogor terus diperingati, namun dari tahun ke tahun perayaan yang terus dirayakan itu terkesan tidak memiliki arti lebih lantaran, peringatan yang dirayakan kerap tidak mampu memberi perumpamaan yang pas untuk mengingatkan kita bahwa hidup itu harus berma’na.
Ma’na yang mampu membentuk jati diri kita sebagi putra dan putri yang terlahir ditanah Padjajaran, yang idealnya harus sejajar dengan Sajatina Arah Hirup tina Kahirupan (Sajarah/Sejarah) para pendahulu kita yang tersohor pada masanya.
Pasalnya, tatanan sosial, politik, ekonomi, dan budaya (Sosplekbud) yang ada di Kabupaten Bogor tercinta saat ini tampak semberaut lantaran tidak memiliki arah dan tujuan yang pasti dimana, Sosplekbud yang ada yang seharusnya mampu memberikan ruang bagi kesejahteraan masyarakat malah sebaliknya.
Dan itu bisa dilihat dari banyaknya adat dan budaya yang ada di Kabupaten Bogor tercinta ini, yang perlahan hilang nan tertukar. “Sili asihna leungit ku saling bintih, silih asuhna leungit ku saling ciduh, siling asahan leungit ku saling salahkeuna.
Dan pun Itu disebabkan, belum mampunya kita mema’nai setiap arti dari apa yang ada dalam kehidupan kita, seperti angka, seperti nama, dan banyak hal lainnya. Semisal angka 540 tahun yang seyogyanya semakin tua itu seharusnya semakin matang dengan sebuah jati dan dedikasi.
Seperti penulis menilai bahwa selogan yang digunakan pada perayaan HJB yakni Baswara Kastara Loka yang beratikan tempat atau kota yang termasyhur dengan keindahan dan gemerlap alamnya itu kurang lah tepat jika digunakan saat ini.
Pasalnya apalah arti sebuah kota yang termasyhur dengan keindahan dan gemerlap alamnya, jika putra dan putri yang terlahir dan akan mati ditanah Padjajaran ini tidak memiliki jati diri lantaran kehilangan purwadaksi.
“Kehilangan tanah tempatnya berpijak, kehilangan langit yang seharusnya dijunjung, kehilangan adab kemanusiaan lantaran poho Kana cukang lantaran,”
Idealnya, kalopun harus menggunakan selogan guna merayakan HJB, lebih tepat menggunakan selogan “Mulang Kajati Sangkan Ngajadi, Bogor Boga Arti Sadar Diri, bukan Bogor yang biar tekor asal kesohor” karena pada angka 540 tahun mengandung makna kematangan.
Ada 5 sila yang harus dijaga jakni Pancasila dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara, ada 5 waktu yang wajib ditunaikan bagi kita yang mengaku musilim misal.
Pada angka 4 ada arah, ada unsur-unsur kehidupan dan lainnya. Serta 0 adalah Ketulus Ikhlasan.
Jika 5 dan 4 ditambahkan, maka total darinya bernilai kan 9 yang memiliki arti banyak hal seperti, pada diri kita sendiri ada 9 lubang yang harus di jaga yakni, dua lobang mata yang biasa disebut paningal, ada dua lubang idung yang di sebut pangambeu, ada lubang telinga yang disebut pandangu, satu lubang mulut yang disebut panguacap, sisanya ada lubang kemaluan dan lubang kotoran.
Yang artinya, penglihatan, pendengaran, penciuman, pengucapan, harus dijaga biar tidak jadi bala bagi dirinya. Tidak jadi malapetaka pada akhirnya, pada sesama manusia pada sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar apa yang kita kenal Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh atau Siliwangi jadi bukti, jadi jati diri yang menopang tatanan sosial, politik, ekonomi, dan budaya.