Dinilai Tidak Manusiawi, KJJT Meminta Jurnalis Indonesia Bersatu

Img 20220531 Wa0016 Copy 639x359

 

 

MMCMadura – Surabaya – Komunitas Jurnalis Jawa Timur ( KJJT ) meminta jurnalis indonesia bersatu, ia menilai tidak manusiawi tindakan yang dilakukan oleh oknum tokoh agama (Tomas) dan organisasi masyarakat terhadap jurnalis saat menjalankan tugas yang Arogan, premanisme serta merupakan bentuk intimidasi.

Pihaknya mengecam keras atas perbuatan tersebut Pihaknya meminta Kepolisian Daerah Jawa Timur yakni Kapolda Jatim dan khususnya Kapolrestabes Surabaya menindaklanjuti secara hukum, agar tidak ada lagi pelecehan,

Hal itu disampaikan Kepala Divisi Advokasi KJJT, bersama Wawan Teguh Nuswantoro,S.H., M.H. Moch Naim,S.H, M.H. Sugeng Apriyanto S.H., saat menggelar press conference pada Selasa (31/05/2022), di Cafe Prajurit, Jalan Adityawarman, Kota Surabaya.

Dalam press rilis dihadiri oleh sejumlah jurnalis dalam dan luar Kota Surabaya, juga mengutuk dan mengecam tindakan arogansi oknum organisasi masyarakat dan oknum tokoh agama terhadap S.Ade Maulana, jurnalis media cyber Surabaya dan Alif Bintang, jurnalis Memorandum, media cetak dari kota kota Pahlawan.
Tindakan arogan dan premanisme viral di sosial media sehingga mendapat banyak respon dari berbagai kalangan.

Oleh sebab itu KJJT bersama tim Advokasi KJJT meminta aparat kepolisian responsif terhadap situasi di masyarakat sebagai tanggungjawabnya bidang keamanan dan ketertiban di masyarakat dari tindakan- tindakan anarkis dan premanisme terhadap jurnalis.

Berharap, tidak ada lagi kejadian seperti ini terhadap rekan jurnalis, jadi seluruhnya agar sesama profesi harus bersatu untuk mengawal kasus ini sampai tuntas.

“Proses hukum tetap kita hormati, ini negara hukum. Saya akan mendampingi Mas Ade, nantinya saat proses penyidikan dan penyelidikan sahabat kita Ade.” ujar tegas Bang Teguh sapaan akrab Direktur Advokasi KJJT

Masih kata Teguh, Polri didesak untuk segera menangkap dan menindak para pelaku dan dalang persekusi di dalam makam Sentono Agung Botoputih terhadap Jurnalis.

“Segera tangkap yang meresahkan masyarakat, sudah jelas video tersebut telah mengancam warga kota Surabaya,” pinta Teguh.

Tindakan anarkis terhadap jurnalis Ade dan Bintang, menurut dosen KJJT, Isma Hakim Rahmat, jelas melanggar Undang-undang kebebasan pers. Dan hal tersebut tidak patut dilakukan, apalagi yang melakukan itu oknum tokoh agama dan oknum anggota Organisasi Masyarakat (Ormas).

“Apapun dan siapapun yang mencederai profesi wartawan dan melakukan persekusi, intimidasi dan aksi premanisme menakut-nakuti jurnalis adalah jelas-jelas memasuki ranah pidana, untuk itu Kepolisian tentu wajib menindaklanjutinya,” ujarnya.

Agusnal, Sekjen KJJT juga menyebut, perlakuan arogan ini tidak cukup hanya dengan permintaan maaf saja, sehingga pihaknya meminta kasus ini dibawa ke ranah hukum. Negara ini kata dia adalah negara hukum. Supremasi tertinggi adalah hukum. Untuk itu KJJT meminta ada tindakan tegas dari aparat kepolisian agar mengusut tuntas terkait premanisme yang dilakukan oknum ini.

Selain itu, terhadap korban persekusi, juga harus diperhatikan kondisi kejiwaan pasca tindakan yang dialami yaitu saudara/rekan kita Ade dan Bintang.

Dalam kronologi seperti yang ada di video yang viral, disebutkan S.Ade Maulana, Ketua Umum KJJT yang juga jurnalis Beritarakyat.co.id dan rekan Bintang, wartawan Memorandum, saat hendak konfirmasi dan mengambil foto suasana Makam Sentono Agung Botoputih dan terkait status tokoh agama itu di Cagar Budaya makam Botoputih, malah digelandang dan dipaksa hingga diseret dengan kasar oleh sejumlah oknum, dengan alasan dilarang ambil gambar tanpa izin.

Keduanya diintimidasi, dan dipaksa mengeluarkan pernyataan dengan direkam secara bersmaan oleh orang melalui video untuk mengakui tidak ada intimidasi, kekerasan dan penyekapan.

Alif Bintang, yang disambut dengan tidak ramah meminta undur diri karena saatnya deadline masuk kantor untuk menulis berita namun dihalangi.

Sementara itu, Alif Bintang, yang juga korban persekusi menilai tindakan Ormas dan oknum Tokoh Agama itu sangat tidak manusiawi. Semestinya bisa dilakukan dengan cara yang santun dan lebih terpuji.

“Mereka mendesak seseorang untuk ikut tanpa persetujuan, diintimidasi, dicaci, hingga mencelakai. Terbukti, yang bersangkutan bahkan sampai terjatuh dua kali. Akibat dorongan, tendangan, dan benturan-benturan fisik yang lain, ” ujarnya.

Persekusi terhadap jurnalis di lokasi kompleks Makam Botoputih perbuatan keji dan tidak dapat ditolerir. Ada perampasan hak asasi manusia sekaligus menginjak kemuliaan profesi jurnalis.

Kata Alif Bintang, secara tertulis kepada KJJT. juga menyesalkan adanya polisi yang diam mematung saat ada kericuhan di tempat Cagar Budaya, yang di dalamnya terdapat pusara Kiai Ageng Brondong atau Sunan Botoputih. Di lokasi teduh itu juga ada pusara Bupati pertama Surabaya, ada pula peristirahatan mendiang istri mantan Kapolda Jatim Irjen Pol Purn. Hadiatmoko.

Dia melihat polisi tidak dapat berbuat banyak. Entah kenapa. Tiga orang polisi hanya mematung. Bahkan saat dua jurnalis diancam tak dapat keluar dari ruang majelis sebelum memberikan statemen dalam kondisi baik-baik saja. Polisi membisu. Mereka hanya mendengarkan. Sikap polisi dalam peristiwa ini mencoreng institusi Polri.

Alif Bintang jurnalis media cetak, turut diintimidasi dan dicacimaki saat melakukan kegiatan jurnalistik di kompleks Makam Botoputih pada Minggu (29/5/2022) sore.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *