DPRD Lumajang Nilai PT. Kalijeruk Tak Kooperatif, Aktivitas Perkebunan Terancam Dihentikan

  • Bagikan

Lumajang | mmc.co.id

beberapakali tidak hadir diundangan hearing bersama DPRD Lumajang dan masyarakat Desa Kalipenggung, akhirnya Direktur Utama PT. Kalijeruk Baru, Mayo Walla, hadir dalam rapat dengar pendapat yang digelar pada Senin, 2 Juni 2025. Pertemuan tersebut berlangsung di Gedung DPRD Lumajang dan turut dihadiri sejumlah perwakilan perusahaan.

 

Dalam rapat tersebut, Mayo Walla memaparkan berbagai keterangan di hadapan Ketua DPRD Lumajang Oktaviani dan Komisi C. Namun, penjelasan yang diberikan dinilai tidak memuaskan. Beberapa dugaan pelanggaran dibantah, termasuk peralihan jenis tanaman dari kayu keras ke tanaman tebu.

 

“Tanaman tebu termasuk kategori tanaman perkebunan, dan itu diperbolehkan dalam aturan,” ujar Mayo.

Terkait ketidaksesuaian data antara luas lahan yang tercantum dalam OSS perizinan dengan fakta di lapangan, Mayo menyebut data yang ada kemungkinan belum diperbarui. Ia mengklaim proses pembaruan data masih berjalan, meskipun aktivitas perkebunan sudah berlangsung sejak lama.

 

Menyoal kekhawatiran warga terhadap risiko bencana longsor dan banjir akibat perubahan komoditas perkebunan, Mayo berdalih bahwa hal tersebut bergantung pada teknik penanaman. “Tebu bisa menyerap air dan kami menerapkan sistem terasering,” imbuhnya.

 

Selain itu, sehubungan alih fungsi tanaman pokok yang diperuntukan bagi perkebunan PT Kalijeruk Baru, yang saat ini banyak beralih ke tanaman tebu dan diduga di sewakan ke pihak ketiga, Mayo mengatakan, “tidak ada pihak ketiga di sana, PT. Kalijero yang melakukan penanaman, tidak menyewakan ke pihak lain. Kalau kita yang menanam, bagaimana kita menyewakan?,” dalihnya.

 

Namun demikian, DPRD mencatat bahwa banyak persyaratan administratif pra-kegiatan belum dipenuhi oleh pihak perusahaan. Ketua DPRD Lumajang, Oktaviani, menegaskan bahwa PT. Kalijeruk bersikap tidak kooperatif karena tidak menyerahkan dokumen rekomendasi dari instansi terkait mengenai alih fungsi lahan.

 

“Saya sudah meminta dokumen rekomendasi soal peralihan dari tanaman kayu keras ke tebu, tapi tidak diberikan. Sampai rapat diperpanjang pun, tidak ada kelanjutannya,” ujar Oktaviani.

 

Oktaviani menduga ada unsur kesengajaan, mengingat Mayo sebagai direktur utama seharusnya memiliki otoritas penuh dalam penyampaian data. “Kami hanya diberi akta dari BPN, tapi tidak ada rekomendasi terkait jenis tanaman yang diizinkan,” katanya.

 

Walau begitu, DPRD memberi tenggat waktu dua pekan kepada PT. Kalijeruk untuk melengkapi semua dokumen yang dibutuhkan. Namun, Oktaviani mengingatkan agar proses ini dipercepat karena situasi di lapangan sudah memanas.

 

Berdasarkan temuan DPRD, tercatat bahwa izin HGU PT. Kalijeruk yang masuk ke sistem OSS hanya seluas 9,6 hektar, jauh dari total luas lahan yang mencapai sekitar 1.200 hektar. Selain itu, dokumen UKL-UPL yang wajib dimiliki perusahaan belum juga diproses, padahal izin operasional telah terbit sejak 2018.

 

“Kenapa UKL-UPL baru diurus sekarang, padahal izin sudah lama keluar?” tanya Oktaviani dengan nada heran.

 

Kelalaian perusahaan yang tidak melaporkan aktivitasnya ke BPN juga menjadi sorotan. Atas nama DPRD Lumajang, Oktaviani menyatakan akan merekomendasikan penghentian sementara aktivitas PT. Kalijeruk hingga persoalan administrasi dan legalitas diselesaikan.

 

Wakil Ketua DPRD Lumajang, Sudi, menyoroti potensi konflik antara warga dan PT Kalijeruk akibat ketidakpuasan terhadap aktivitas perusahaan. Ia menilai hal ini menjadi tanggung jawab Direktur PT Kalijeruk, Pak Mayo, untuk menyikapi dengan bijak.

 

“Kehadiran warga dalam forum terakhir menandakan ada keresahan. Kami sebagai wakil rakyat hanya menyampaikan aspirasi itu,” ujar Sudi.

 

Ia berharap PT Kalijeruk melengkapi izin, memenuhi hak-hak masyarakat, dan tidak menimbulkan kesenjangan sosial. “Jangan sampai warga merasa dirugikan atau terancam. Pemerintah juga harus hadir jika diperlukan,” katanya.

 

Sudi juga menyoroti proses penerbitan sertifikat HGU yang dinilai kurang transparan. “Kalau memang ada hak masyarakat, harus dipenuhi. Jangan asal klaim tanpa dasar yang jelas,” tegasnya.

 

Terkait dugaan keterlibatan pihak lain dalam penguasaan lahan, Sudi menyatakan belum memiliki bukti valid. “Kalau nanti ada bukti, akan saya sampaikan. Tapi saya tidak ingin mencemarkan nama baik siapa pun,” pungkasnya.

 

Sementara itu, ratusan warga Desa Kalipenggung memadati area DPRD untuk mengawal jalannya rapat. Mereka membentangkan spanduk yang menuntut pencabutan izin HGU PT. Kalijeruk Baru dan mengancam akan memblokir akses jalan menuju perkebunan jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.

 

(sin)

 

Penulis: sinEditor: Biro
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *