Menjaga Harmoni Agustusan: Kepala Desa Bades Tunggu Keputusan soal Sound Horeg

  • Bagikan

 

Lumajang | MMC.co.id

Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, wacana penggunaan sound horeg kembali menjadi sorotan di berbagai daerah. Tak terkecuali di Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, yang tengah bersiap menggelar karnaval rakyat pada 6 September 2025 mendatang.

Kepala Desa Bades, Sahid, S.AP, menanggapi isu tersebut dengan penuh kehati-hatian. Saat ditemui awak media di kantornya pada Selasa (23/7/2025), ia menyatakan masih menunggu arahan resmi dari Bupati dan Kapolres Lumajang.

“Sebagai pejabat publik, saya harus mengambil sikap yang bijak. Masyarakat sudah menyiapkan acara ini sejak lama, namun kami tetap harus tunduk pada aturan yang berlaku,” ungkap Sahid.

Tercatat, 53 kelompok RT/RW telah mendaftar sebagai peserta karnaval, di mana 40 di antaranya berencana menggunakan sound horeg dari luar kota, sementara sisanya memakai perangkat lokal.

Sahid mengakui, persiapan karnaval bukan hal instan. Warga telah melakukan iuran, menabung, bahkan menyewa sound jauh-jauh hari. Karena itu, keputusan terkait penggunaan sound horeg akan sangat berpengaruh terhadap antusiasme masyarakat.

“Kami mencari titik temu agar semangat warga tetap terjaga, namun tidak melanggar norma dan ketentuan hukum,” tambahnya.

Terkait fatwa MUI Jawa Timur yang menyatakan penggunaan sound horeg sebagai haram karena dianggap membawa mudarat, Sahid menyampaikan bahwa jika pun diizinkan, pelaksanaannya harus mematuhi aturan.

“Sound boleh, tapi volume maksimal 85 desibel, tidak boleh ada alkohol, pakaian peserta harus sopan, dan tidak ada joget yang menimbulkan keributan,” tegasnya.

Hal senada disampaikan oleh Kapolsek Pasirian, IPTU Loni Roi, yang turut hadir di Kantor Desa Bades saat wawancara berlangsung.

“Kami masih menunggu keputusan dari Kapolres. Tapi kalau pun diizinkan, harus dengan syarat ketat. Jangan sampai sound horeg malah merusak kaca rumah warga atau memicu konflik,” katanya.

Diketahui, Desa Bades dikenal sebagai desa religius, sehingga pro dan kontra terhadap penggunaan sound horeg dalam karnaval masih terjadi, terutama dari kalangan tokoh agama.

Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya hanya berharap ada solusi yang adil.

“Kami cuma ingin merayakan kemerdekaan dengan gembira. Harapan kami, semoga pemerintah bisa memberi keputusan yang bijak bagi semua pihak,” ujarnya.

Kini, semua mata tertuju pada langkah Pemkab Lumajang dan Polres dalam memberikan keputusan akhir. Apakah sound horeg akan tetap bergema dalam karnaval rakyat Desa Bades, atau justru harus digantikan dengan hiburan yang lebih moderat?

(sin)

 

Penulis: sinEditor: Biro
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *