Lumajang |MMC.co.id
Pembangunan Peningkatan Jaringan Irigasi Curah Wedi II di Desa Jatiroto, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Lumajang, menuai sorotan setelah sejumlah foto dokumentasi pekerjaan beredar dan menunjukkan dugaan ketidaksesuaian konstruksi di lapangan.
Proyek ini berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Lumajang, dengan nilai kontrak Rp 167.626.000 dan waktu pelaksanaan 45 hari kalender. Berdasarkan papan informasi, pekerjaan dilaksanakan oleh CV. Cahaya Ismail, dengan pengawasan dari CV. Barusaka Konsultan.
Namun dari hasil investigasi di lapangan, terdapat beberapa indikasi pekerjaan yang diduga tidak mengikuti standar teknis konstruksi bangunan irigasi.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat sejumlah potensi pelanggaran teknis yang lazim diperhatikan dalam pekerjaan pasangan batu irigasi:
Pondasi Tidak Tampak Dipadatkan
Tanah dasar terlihat lembek dan becek, tanpa proses:
pemadatan lapis dasar, urugan pilihan, atau lantai kerja beton (lean concrete).
Padahal dalam standar umum konstruksi irigasi, pondasi wajib stabil dan kompak untuk menerima beban pasangan batu.
Penataan Batu Tidak Rapi dan Tidak Terkunci
Pasangan batu seharusnya:
- dipasang sesuai pola ikatan,
- menggunakan spesi merata,
- menghindari rongga kosong.
Adukan (Mortar) Tampak Tidak Masuk ke Rongga Batu
Di bagian dinding, terlihat banyak area permukaan batu yang tertutup adukan secara “ditempel”, bukan “dipres” dari sela-sela batu. Ini berpotensi membuat struktur mudah tergerus air.
Tidak Terlihat Adanya Tulangan atau Angker Keterikatan
Untuk dinding irigasi dengan tekanan tanah samping, biasanya diperlukan: angker, tulangan sederhana, atau struktur pengikat, elemen pengikat yang kuat.
Penanganan Akar Pohon Tidak Profesional
Terlihat batang pohon besar yang dipotong dan masih tertinggal di area lereng. Ini berisiko mengakibatkan:
- pergeseran struktur,
- ambrolnya tebing,
- atau kerusakan pasangan batu saat akar membusuk.
Pekerjaan Dilakukan Saat Aliran Masih Berjalan
Kondisi irigasi tampak masih dialiri air dan berlumpur.
Menurut standar Konstruksi Irigasi (SNI & Permen PUPR):
- pekerjaan pasangan batu harus dilakukan di area kering,
- aliran dialihkan sementara untuk mutu pekerjaan yang baik.
Pernyataan berikut merupakan bentuk kritik dari lembaga pengawas antikorupsi, disampaikan secara umum dan tidak memunculkan tuduhan individual tanpa bukti hukum.
Sekjem Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK), Romli memberikan komentar tajam terkait temuan ini:
“Kalau melihat dokumentasi tersebut, mutu pekerjaan ini patut dipertanyakan. Banyak indikator dasar konstruksi yang tampaknya tidak dipenuhi. Pondasi tidak dipadatkan, pasangan batu tidak rapi, dan adukan seolah hanya ditempel di luar. Ini bukan sekadar kesalahan teknis kecil—ini berpotensi membuat bangunan gagal fungsi lebih cepat,” ujarnya.
Lembaga ini menilai bahwa pekerjaan dengan nilai anggaran ratusan juta rupiah seharusnya dikerjakan dengan standar teknis yang ketat:
“Dana publik harus dikelola dengan penuh tanggung jawab. Bila pekerjaan seperti ini dibiarkan, maka kita sedang membiarkan uang rakyat mengalir sia-sia. Pengawasan harus diperketat, dan bila ditemukan penyimpangan harus ada tindakan tegas.”
LP-KPK juga menyerukan agar Dinas Pekerjaan Umum melakukan pemeriksaan langsung sebelum pekerjaan dilanjutkan:
“Perbaikan harus dilakukan sebelum bangunan ditutup dan difungsikan. Bila tidak, kualitas irigasi jangka panjang akan buruk dan petani yang menanggung akibatnya.”
Proyek pembangunan irigasi merupakan infrastruktur vital bagi produktivitas pertanian. Karena itu, setiap tahap pekerjaan harus sesuai standar konstruksi dan diawasi ketat.
Pemerintah daerah diharapkan segera turun ke lapangan memastikan pekerjaan benar-benar sesuai spesifikasi teknis.
(*)













