Tuban | MMC – Dugaan perampasan mobil kembali terjadi di wilayah hukum polres Tuban Jawa Timur, seperti yang dialami latif (Sopir) saat membawa kendaranya jenis Dam truk Nopol S 9663 UA, di ruas soko pakah tepatnya di desa Rengel Kecamatam Rengel Kabupaten Tuban Jawa Timur pada Jum’at, 7 Juli 2023. Sekira pukul 14.00 WB.
Latif mengatakan peristiwa tersebut bermula ketika dirinya hendak mengambil matreal di wilayah rengel, sesampainya di TKP korban di hadang 4 orang tak dikenal (OTK) yang di duga debt collector, dengan cara dipotong dan dihentikan di tengah jalan, setelah terjadi perdebatan salah satu dari Empat orang OTK tersebut naik ke mobil yang dikendarai latif dan memaksa membawa kendaraanya ke kantor SMS Finance Bojonegoro.
“Saya dipaksa membawa kendaraan kantor Sms finance Bojonegoro dan dipaksa menandatangi selembar surat yang saya sendiri tidak tahu isi surat tersebut” Kata latif.
Semetara pasca di tariknya Dam truk Nopol S 9663 UA atas nama Mamak Eko Cahyono, yang dikuasakan Lpksm Pagerwesi sudah mengkomunukasikan dengan pihak SMS Finance namun tidak ditanggapi oleh pihak SMS, kecewa dengan SMS Finance Bojonegoro, LPKSM Pagerwesi melayangkan laporan terkait kasus dugaan perampasan ini ke Mapolres Tuban.
“Kami sudah berusaha berkordinasi dengan pihak SMS Finance Bojonegoro, namun tidak ada respon, terpaksa Kasus ini kami laporkan ke polres Tuban, ” Ungkapnya.12/7/23.
Menurut Estu Ginanjar Ketua LPKSM Pagerwesi perjanjian yang di buat oleh PT. SMS FINANCE mengandung “Klausula Baku” (Setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen) yang mana hal tersebut melanggar pasal 18 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Pasal 22 Peraturan OJK No. 1 tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Pelaku usaha yang melanggar pasal 18 UU-PK ini dapat di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 2,000,000,000.- (Dua miliar rupiah). Dan dapat di jatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan izin usahanya, Vide pasal 62 UU-PK.
Sebelumnya Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) alias multifinance, dulu dikenal leasing, menegaskan bahwa debt collector atau penagih utang tidak boleh menarik kendaraan di jalan. Dalam hal ini, merampas secara paksa dari tangan debitur yang menunggak.
Hal itu ditegaskan Ketua APPI Suwandi Wiratno. Ia mengungkapkan untuk melakukan eksekusi agunan, debt collector harus melalui empat syarat. Yakni, pertama, memiliki surat kuasa dari leasing untuk penarikan agunan.
Kedua, harus membawa sertifikat fidusia. Ketiga, membawa surat somasi tahap 1 dan 2, dan keempat debt collector terkait menunjukkan Sertifikat Profesi Penagihan Pembiayaan (SPPI).
“Itu harus sopan. Tidak bisa datang 11 debt collector dengan cara-cara premanisme, menarik kendaraan. Ada prosedur standarnya, tata caranya,” imbuh Suwandi kepada media, beberapa waktu lalu.
Pernyataan Suwandi sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Dalam Pasal 49 POJK terkait, disebutkan bahwa leasing wajib memiliki pedoman internal mengenai eksekusi agunan. Ayat 2 pasal tersebut melanjutkan bahwa OJK berwenang meminta perusahaan pembiayaan untuk menyesuaikan pedoman internal mengenai eksekusi agunan.
“Eksekusi agunan oleh perusahaan pembiayaan wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. debitur terbukti wanprestasi. b. debitur sudah diberikan surat peringatan. c. perusahaan pembiayaan memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan dan atau sertifikat hipotek,” tulis Pasal 50 ayat 1.
Eksekusi agunan pun wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur masing-masing agunan. Lalu, eksekusi agunan wajib dituangkan dalam berita acara eksekusi agunan.
“Perusahaan pembiayaan wajib menjelaskan kepada debitur informasi mengenai: a. outstanding pokok terutang. b. bunga terutang. c. denda terutang. d. biaya terkait eksekusi agunan, dan e. mekanisme penjualan agunan dalam hal debitur tidak menyelesaikan kewajibannya,” lanjut Pasal Pasal 50 ayat 4.(red)