Bogor | MMC, Jabar – Sudah memasuki 5 tahun lamanya, ratusan hektar pesawahan di beberapa Desa di wilayah Kecamatan Jasinga, yakni Desa Pangaur dan Desa Bagoang mengalami gagal panen akibat
saluran irigasi yang mengaliri wilayah tersebut mengalami kekeringan.
Pasalnya aliran irigasi yang hulunya berada di bendungan wilayah Cidurian Sodong Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor tidak berjalan normal dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR)
melalui UPT Irigasi Jasinga terkesan tutup mata.
Menurut Kepala Desa Pangaur Jajat Supriyatna permasalahan tersebut pernah diintruksikan langsung oleh Bupati Bogor untuk segera dinormalisasi, hal tersebut diakui Jajat disampaikan Bupati Bogor saat meninjau peresmian bangunan Samisade.
“Panjangnya itu lebih dari 14 kilometer, kemarin waktu kunjungan Bupati saat peresmian pembangunan, Camat dan dari PU langsung di panggil Bupati untuk segera direalisasikan karena data itu sudah masuk dan saya pernah lihat pesan pak camat bahwa pagu anggarannya sudah dianggarkan tapi direalisasikan kapan kita tidak tahu, maka dari itu kita mohon untuk segera,” ucap Jajat kepada wartawan di lokasi, Kamis (21/7/2022).
Senada, disampaikan Sekretaris Desa Pangaur Agus Hapipuddin saat giat reses anggota DPRD Dapil V, dalam masa sidang III tahun anggaran 2021-2022 di Gor Kecamatan Jasinga pada Rabu, 20 Juli, 2022.
Dimana dalam giat reses tersebut, Apip dengan lantang bersuara dihadapan anggota dewan yang hadir, dimana kata Apip Desa Pangaur berulang kali mengajukan normalisasi irigasi Sodong, tapi sampai dengan saat ini belum ada realisasi.
“Air itu adalah sumber kehidupan, dengan air masyarakat kami bisa hidup makmur, tapi dengan sekarang ini para petani di desa kami sudah tidak bisa lagi menanam padi, dengan demikian saya mohon kepada Anggota Dewan untuk memperhatikan,” ujarnya.
Sementara Kepala Desa Bagoang Suryata, bahwa satu dusun di wilayah desa yang dipimpinnya pun terkena dampak dari buruknya saluran irigasi Sodong tersebut.
“Untuk urusan bendungan Sodong, kalau memakai tenaga manual (Manusia) saya rasa sudah tidak bisa karena jalan satu-satunya harus nurunin alat berat seperti 2018 itu pernah dikeruk menggunakan alat berat,” kata Suryata.
“Namun pada awal tahun 2020 terjadi banjir akibatnya lumpur kembali memenuhi aliran air tersebut maka terkendala lagi di tahun sekarang ini” sambungnya.
Dia mengaku sudah berupaya melakukan pengajuan untuk saluran air tersebut yang terkena dampak banjir 2020 lalu, namun sampai dengan sekarang belum juga terealisasikan.
“Dusun 1 di desa kami sekitar 60 hektar pesawahan tidak bisa bercocok tanam karena tidak adanya air, Dan di Dusun 2 dan 3 itu masih bisa meskipun hanya sedikit aliran airnya,” kata dia.
“Maka kami mohon kepada pihak terkait untuk peduli, karena bagaimana ketahanan pangan bisa berjalan kalo aliran airnya saja seperti ini. Karena air itu adalah sumber kehidupan manusia jadi saya harap agar masalah ini bisa cepat di perhatikan oleh pihak pihak terkait,” tandasnya.