Lumajang | mmc.co.id
Puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lumajang pada 20 Maret di Pendopo Arya Wiraraja, Kabupaten Lumajang, meninggalkan tanda tanya dan menjadi perbincangan hangat di kalangan wartawan serta praktisi hukum.
Acara tersebut dihadiri oleh Bupati dan Wakil Bupati Lumajang, sejumlah pejabat daerah hingga tingkat desa, serta insan pers. Namun, dalam salah satu sambutan yang disampaikan, muncul pernyataan yang menyinggung dan memicu kontroversi, yakni terkait keberadaan wartawan “resmi dan tidak resmi.” Pernyataan ini menimbulkan berbagai reaksi, baik dari wartawan yang hadir maupun yang tidak hadir dalam acara tersebut.
Salah satu organisasi wartawan yang merasa keberatan dan mengkritisi istilah tersebut adalah Forum Jurnalis Independen (FORJI). Organisasi ini, yang memiliki legalitas berdasarkan SK Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-0013412.AH.01.07.Tahun 2018, dipimpin oleh Bawon Sutrisno, S.Sos.
Menanggapi polemik ini, Divisi Advokasi Hukum FORJI, Misdiyanto, S.H., menyampaikan bahwa HPN 2025 seharusnya menjadi ajang silaturahmi dan introspeksi bagi insan pers. “Arahan yang disampaikan dalam acara ini seharusnya dapat menjadi acuan bagi insan pers agar karya jurnalistik semakin membangun dan memberikan edukasi yang bermanfaat,” ujarnya.
Namun, Misdiyanto menilai bahwa penyebutan istilah “wartawan resmi dan tidak resmi” dalam sambutan tersebut kurang tepat dan berpotensi menimbulkan perdebatan di kalangan pers. “Pernyataan ini perlu diklarifikasi lebih lanjut dengan mengundang insan pers untuk memberikan penjelasan secara transparan dan jelas mengenai kategori yang dimaksud,” tegasnya.
Lebih lanjut, Misdiyanto yang juga menjabat sebagai Ketua Perkumpulan Pengacara Indonesia (PERARI) Cabang Lumajang menekankan bahwa insan pers telah memiliki payung hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Oleh karena itu, dalam menyampaikan sesuatu kepada insan pers, perlu kehati-hatian agar tidak menimbulkan polemik baru,” pungkasnya.
(sin)