“Kalau ini baru selesai dan sudah ambrol, berarti ada kesalahan di metode kerja atau pengawasan. Ini bukan faktor alam, tapi faktor teknis,” ujarnya tegas.
Sekjen Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK), Fauzi, turut angkat bicara terkait temuan ini.
Menurutnya, proyek senilai miliaran rupiah tersebut tidak hanya bermasalah secara teknis, tetapi juga melanggar sejumlah aturan hukum.
“Kalau pekerjaan dilakukan bukan oleh pemenang kontrak, itu sudah jelas melanggar Pasal 87 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menegaskan bahwa penyedia dilarang mengalihkan pekerjaan utama kepada pihak lain,” tegasnya.
Fauzi juga menambahkan, tidak dicantumkannya nama konsultan pelaksana dan pengawas pada papan proyek adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008.
“Uang negara digunakan, tapi publik tidak tahu siapa pengawasnya, siapa konsultan pelaksananya, ini sudah salah besar. Apalagi proyek baru selesai sudah ambrol — ini patut diduga ada unsur kelalaian atau permainan mutu,” ujarnya dengan nada keras.
Fauzi mendesak Inspektorat Provinsi Jawa Timur dan APIP Dinas PU SDA untuk segera melakukan audit teknis dan administrasi proyek tersebut.
“Jangan sampai proyek ini jadi ladang bancakan. Ini harus diperiksa — mulai dari proses lelang, pelaksana di lapangan, hingga pengawasnya,” pungkasnya.
Kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap proyek pemerintah, serta potensi pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
(*)













