13 Hari Laporan Miras Ilegal Tak Ditangani, Sopir Angkot Bertanya-tanya

Boven Digoel, Mmcnews – Sudah lebih dari dua minggu sejak puluhan sopir angkutan kota (angkot) mengadukan masalah yang mengancam keselamatan dan ketenangan mereka ke Polres Boven Digoel. Laporan mereka berkaitan dengan maraknya aktivitas miras ilegal yang telah menciptakan ketidakamanan di jalanan, namun hingga kini, penanganan dari pihak kepolisian belum menunjukkan hasil yang jelas.

Pada 17 Februari 2025, para sopir angkot tersebut mendatangi Polres Boven Digoel untuk melaporkan gangguan yang mereka alami akibat para pemabuk yang berkeliaran di ruas-ruas jalan utama. Para pemabuk ini tidak hanya melakukan pemalangan terhadap angkot yang melintas, tetapi juga meminta uang secara kasar. “Kami dipalang di jalan, dan jika tidak memberi uang, angkot kami bisa dirusak. Kami sudah merasa terancam,” ujar salah satu sopir angkot yang merasa kecewa dengan respons yang lambat dari aparat setempat.

Ironisnya, meskipun keluhan ini sudah dilaporkan lebih dari dua minggu yang lalu, para sopir angkot dan warga setempat tidak merasakan adanya langkah nyata dari kepolisian. Mereka merasa bahwa permasalahan miras ilegal yang meresahkan ini seolah dianggap remeh, meskipun jelas-jelas telah mengganggu aktivitas sehari-hari warga. “Kami sudah melapor, tapi sampai sekarang belum ada tindakan tegas. Kami benar-benar berharap pihak kepolisian segera turun tangan agar masalah ini tidak semakin meresahkan,” kata Yusuf (45), seorang pemilik kios yang juga sering menjadi sasaran gangguan para pemabuk.

Tak hanya sopir angkot, para pedagang yang berada di kawasan pusat kota juga merasakan dampak serupa. Yusuf mengungkapkan, “Mereka datang meminta uang, merusak barang-barang kami, dan kami sudah sering melapor, tapi tak kunjung ada solusi. Kami mulai merasa pihak kepolisian kurang memperhatikan masalah ini.”

Pemerintah Kabupaten Boven Digoel telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang melarang peredaran dan konsumsi miras ilegal, namun peraturan tersebut seakan tidak ditegakkan dengan tegas. Peredaran miras ilegal yang kian marak membuat banyak pihak mempertanyakan efektifitas penegakan hukum di wilayah ini, terutama dari kepolisian.

Warga dan sopir angkot di Boven Digoel kini mulai merasa frustrasi dengan ketidakjelasan penanganan masalah ini. Mereka berharap pihak kepolisian tidak hanya berbicara soal koordinasi, tetapi segera memberikan langkah konkret yang dapat memastikan ketertiban dan keamanan di wilayah ini. “Kami butuh tindakan nyata, bukan hanya janji. Kami berharap pihak kepolisian bisa lebih serius dalam menanggapi laporan kami,” ujar salah seorang sopir angkot dengan nada kecewa.

Masyarakat Boven Digoel menanti agar pihak berwenang segera bertindak, tidak hanya untuk menanggulangi peredaran miras ilegal, tetapi juga untuk memastikan keamanan mereka dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pemabuk yang semakin meresahkan. Sebagai warga yang patuh hukum, mereka berharap penegakan hukum yang seharusnya ada, dapat segera diwujudkan dengan tindakan yang lebih tegas dan cepat.

Pada tahun 2023, Kepala Daerah Boven Digoel sempat mengeluarkan surat rekomendasi kepada beberapa distributor miras sebagai bagian dari upaya untuk mengatur peredaran miras di daerah tersebut. Surat rekomendasi tersebut diberikan atas dasar bahwa pada saat itu, DPR sedang menggodok perubahan dari Peraturan Daerah (Perda) larangan miras menjadi Perda pengendalian miras.

Namun, hingga saat ini, perubahan tersebut belum disahkan, dan penggodokan Perda pengendalian miras masih terhambat. Ironisnya, meskipun belum ada payung hukum yang jelas, distributor miras yang memegang dua perusahaan besar—PT. Irian Jaya Sehat (IJS) dan PT. Mega Sejahtera Papua (MSP)—langsung melakukan aktivitas penjualan miras melalui beberapa agen yang tersebar di kios-kios di pusat kota. Aktivitas penjualan ini jelas menyalahi aturan dan berpotensi memperburuk situasi yang sudah resah ini.

Meskipun masalah ini sudah jelas melanggar Perda yang ada, hingga kini distribusi miras ilegal melalui agen-agen yang tersebar di berbagai kios tidak mendapat penindakan serius. Masyarakat pun merasa kebijakan yang belum selesai ini telah membuka celah bagi para pelaku untuk terus menjalankan aktivitas ilegal mereka tanpa rasa takut akan konsekuensi hukum. ***

Tinggalkan Balasan